- Home »
- freis ermessem
Unknown
On Selasa, 21 Mei 2013
Tata Hukum Indonesia
Bagus Sukma
Pengertian Freis Ermessem
Banyak pakar
hukum yang memberikan definisi asas diskresi, menurut Saut P. Panjaitan, Freies
Ermessen(pouvoir discretionnaire, Perancis) ataupun Freies Ermessen (Jerman)
merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap asas legalitas dalam pengertian
wet matigheid van bestuur, jadi merupakan ”kekecualian” dari asas legalitas.
Menurut Prof. Benyamin, Freies Ermessen didefinisikan sebagai kebebasan pejabat
mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri. Dengan demikian, menurutnya
setiap pejabat publik memiliki kewenangan diskresi.
Selanjutnya
Gayus T. Lumbuun mendefinisikan Freies Ermessen sebagai berikut:
“Freies Ermessen adalah kebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggar dengan undang-undang, dengan tiga syarat. Yakni, demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).”
“Freies Ermessen adalah kebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggar dengan undang-undang, dengan tiga syarat. Yakni, demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).”
Mengenai
definisi tersebut diatas, selanjutnya Gayus T. Lumbuun menjelaskan bahwa secara
hukum mungkin orang yang menggunakan asas Freies Ermessentersebut melanggar,
tetapi secara azas ia tidak melanggar kepentingan umum dan itu merupkan instant
decision (tanpa rencana) dan itu bukan pelanggaran tindak pidana.
Sedangkan
definisi Freies Ermessenmenurut Sjachran Basah seperti dikutip oleh Patuan
Sinaga, adalah ”…, tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai…, melibatkan
administrasi negara di dalam melaksanakan tugas-tugas servis publiknya yang sangat
kompleks, luas lingkupnya, dan memasuki semua sektor kehidupan. Dalam hal
administrasi negara memiliki keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakan
walaupun demikian sikap tindaknya itu haruslah dapat dipertanggungjawabkan baik
secara moral maupun hukum”.
Berdasarkan
definisi yang diberikan oleh Syachran Basah tersebut, tersimpulkan bahwa
unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu Freies Ermessenadalah:
1.
Ada karena adanya
tugas-tugas public service yang diemban oleh administratur negara;
2.
Dalam menjalankan
tugas tersebut, para administratur negara diberikan keleluasaan dalam
menentukan kebijakan-kebijakan;
3.
Kebijakan-kebijakan
tersebut dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun hukum.
Dengan demikian Freies Ermessen muncul karena adanya tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai, tujuan bernegara dari faham negara kesejahteraan adalah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia-pun merupakan bentuk negara kesejahteraan modern yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945. Dalam paragraf keempat dari pembukaan UUD 1945 tersebut tergambarkan secara tegas tujuan bernegara yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan bernegara tersebut maka pemerintah berkewajiaban memperhatikan dan memaksimalkan upaya keamanan sosial dalam arti seluas-luasnya.
Dengan demikian Freies Ermessen muncul karena adanya tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai, tujuan bernegara dari faham negara kesejahteraan adalah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia-pun merupakan bentuk negara kesejahteraan modern yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945. Dalam paragraf keempat dari pembukaan UUD 1945 tersebut tergambarkan secara tegas tujuan bernegara yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan bernegara tersebut maka pemerintah berkewajiaban memperhatikan dan memaksimalkan upaya keamanan sosial dalam arti seluas-luasnya.
Hal tersebut
mengakibatkan pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan
sosial-ekonomi masyarakat (public service) yang mengakibatkan administrasi
negara tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak dengan
dalih ketiadaan peraturan perundang-undangan (rechtsvacuum). Oleh karena itu
untuk adanya keleluasaan bergerak, diberikan kepada administrasi negara
(pemerintah) suatu kebebasan bertindak yang seringkali disebut fries ermessen
(Jerman) ataupun pouvoir discretionnaire (Perancis).
Batas Toleransi Ermessen
Kebebasan
bertindak sudah tentu akan menimbulkan kompleksitas masalah karena sifatnya
menyimpangi asas legalitas dalam arti sifat ”pengecualian” jenis ini berpeluang
lebih besar untuk menimbulkan kerugian kepada warga masyarakat. Oleh karena itu
terhadap Freies Ermessenperlu ditetapkan adanya batas toleransi.
Batasan
toleransi dari Freies Ermessenini dapat disimpulkan dari pemahaman yang
diberikan oleh Sjahran Basah sebelumnya, yaitu adanya kebebasan atau
keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri; untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak yang belum ada aturannya untuk
itu; tidak boleh mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum dan juga secara moral.
Jika kita
berbicara mengenai pertanggungjawaban, maka Freies Ermessenakan terkait dengan
permasalahan subyek yang memiliki kewenangan membuat diskresi, maka subyek yang
berwenang untuk membuat suatu Freies Ermessenadalah administrasi negara dalam
pengertian sempit, yaitu eksekutif. Argumentum yang dikedepankan sehubungan
dengan hal ini adalah bahwa eksekutiflah yang lebih banyak bersentuhan dengan
masalah pelayanan publik oleh karena itu Freies Ermessenhanya ada di lingkungan
pemerintahan (eksekutif).
Bentuk-bentuk
sederhana dari keputusan administrasi di luar peraturan perundang-undangan yang
dapat dilihat dalam contoh kehidupan sehari-hari adalah memo yang dikeluarkan
oleh pejabat, pengumuman, surat keputusan (SK), surat penetapan, dan lain-lain.
Menurut Prof.
Muchsan, pelaksanaan Freies Ermessenoleh aparat pemerintah (eksekutif) dibatasi
oleh 4 (empat) hal, yaitu:
1. Apabila
terjadi kekosongan hukum;
2. Adanya
kebebasan interprestasi;
3. Adanya
delegasi perundang-undangan;
4. Demi
pemenuhan kepentingan umum.
Selanjutnya
mengenai apakah Freies Ermessenperlu diatur atau dibatasi Pakar Hukum Tata
Negara Universitas Indonesia, Prof. Bintan R. Saragih berpendapat bahwa Freies
Ermessentidak perlu diatur atau dibatasi karena sudah ada pertanggungjawabannya
sendiri baik secara moral maupun hukum. Ditambahkan lagi oleh Prof. Bintan R.
Saragih, bahwa pengaturan mengenai Freies Ermessenpejabat hanya lazim digunakan
pada sistem parlementer, sementara sistem presidensial lebih menggunakan kebiasaan.
Penerapan Asas
Freies ErmessenDalam Pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara. Keputusan Tata
Usaha Negara, disamping keputusan pelaksanaan (ececutive dececion atau gebonden
beschikking) juga ada yang disebut dengan keputusan bebas (discretionary decision
atau Vrije beschikking).
Keputusan
bebas ini biasa kita kenal dengan istilah asas Freies Ermessenatau freis
ermessen. Aparat pemerintah (eksekutif) dalam pelaksanaan fungsinya (struktural
maupun fungsional) dapat melakukan suatu tindakan berupa membuat suatu
keputusan (beschikking) meskipun hal tersebut belum diatur secara tegas atau
bertentangan dengan undang-undang.
Menurut Prof.
Muchsan, asas Freies Ermessenharus berlandaskan pada 2 (dua) hal:
1. Landasan
Yuridis
2. Kebijakan.
Kebijakan disini dibagi menjadi dua kategori, pertama kebijakan yang bersifat mutlak (absolut) yang kedua yaitu kebijakan yang bersifat tidak mutlak (relatif), hal ini dapat terjadi karena hukumnya tidak jelas.
Kebijakan disini dibagi menjadi dua kategori, pertama kebijakan yang bersifat mutlak (absolut) yang kedua yaitu kebijakan yang bersifat tidak mutlak (relatif), hal ini dapat terjadi karena hukumnya tidak jelas.
Kewenangan
freies ermessen diberikan oleh pemerintah atas dasar fungsi pemerintah, yaitu
untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, dan kewenangan ini merupakan
konsekuensi logis dari konsep Negara hukum modern (welfare state). Namun, tentu
saja kewenangan ini (freies ermessen) tidak dapat digunakan tanpa batas dan
haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Bertujuan
untuk mengoptimalkan pelayanan publik
b. Merupakan
tindakan aktif dari administrasi Negara
c. Dimungkinkan
oleh hokum
d. Atas
inisiatif sendiri
e. Bertujuan
untuk penyelesaian masalah-masalah penting yang timbul secara mendadak.
f.
Dapat
dipertanggungjawabkan
Dalam
prakteknya, freies ermessen, dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:
a) Belum
ada peraturan perundangan yang mengatur tentang penyelesaian secara konkrit
terhadap suatu masalah tertentu, dimana masalah tersebut harus segera
diselesaikan.
b) Peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan
kebebasan sepenuhnya.
c) Adanya
delegasi perundang-undangan, yang artinya aparat pemerintah diberi kekuasaan
untuk mengatur sendiri sebuah urusan, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan
kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya, pemerintah daerah
bebas untuk mengelola sumber-sumber keuangan daerah asalkan merupakan sumber
yang sah.
Dalam ilmu
Hukum Administrasi, freies ermessen ini diberikan hanya kepada pemerintah, dan
ketika freies ermessen ini diwujudkan menjadi instrument yuridis yang tertulis,
maka jadilah ia sebagai peraturan kebijaksanaan.
Diskresi
(freies ermessen) adalah kebebasan bertindak atau mengambil keputusan pada
pejabat publik yang berwenang berdasarkan pendapat sendiri. Diskresi diperlukan
sebagai pelengkap asas legalitas, yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa setiap
tindak atau perbuatan administrasi negara harus berdasarkan ketentuan
undang-undang, akan tetapi tidak mungkin bagi undang-undang untuk mengatur
segala macam hal dalam praktek kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu diperlukan
adanya kebebasan atau diskresi pada pejabat publik dalam melaksanakan tugas,
fungsi dan kewajiban yang dibebankan kepadanya.
Posting Komentar