- Home »
- HUKUM TATA USAHA NEGARA
Unknown
On Selasa, 21 Mei 2013
ASAS – ASAS HUKUM TATA
USAHA NEGARA BERSERTA CONTOHNYA
Bagus Sukma
1.
Asas Kepastian Hukum
Asas dalam negara hukum yang menggunakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaranegara. Asas kepastian hukum, memiliki dua aspek yaitu
aspek hukum materialdan aspek hukum formal. Dalam aspek hukum material terkait
dengan asaskepercayaan. asas kepastian hukum menghalangi penarikan
kembali/perubahanketetapan. Asas ini menghormati hak yang telah diperoleh
seseorangberdasarkan suatu keputusan pemerintah, meskipun keputusan itu
salahsedangkan aspek hukum formal, memberikan hak kepada yang
berkepentinganuntuk mengetahui dng tepat apa yang dikehendaki
suatu ketetapan. Asas iniberkaitan dengan prinsip dalam hukum
administrasi Negara, yaitu asas het vermoden van rechmatighed atau
presumtio justea causa, yang berarti setiapkeputusan badan atau pejabat tata
usaha Negara yang dikeluarkan dianggapbenar menurut hukum, selama belum
dibuktikan sebaliknya atau dinyatakansebagai keputusan yang bertentangan dengan
hukum oleh hakim administrasi.
Contoh: Peraturan mengenai
izin mendirikan bangunan, pencatatan sipil sepertiakte
kelahiran.
2.
Asas keseimbangan
Asas ini menghendaki
adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang
pegawai. Di Indonesia asas keseimbangan ini terdapat contoh dalam hukum positif
yang berisi kriteria pelanggaran dan penerapan sanksinya, yaitu sebagaimana
terdapat dalam pasal 6 PP No.30 tahun 1980.
3.
Asas
Kesamaan dalam Mengambil Keputusan
Asas ini menghendaki
agar badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak
bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Menurut Philipus M. Hadjon,
asas ini memaksa pemerintah untuk melaksanakan kebijakan. Bila pemerintah dihadapkan
pada tugas baru yang dalam rangka itu harus mengambil banyak sekali keputusan
tata usaha negara, maka pemerintah memerlukan aturan-aturan atau
pedoman-pedoman.
Karena tidak ada
kasus yang mutlak sama dengan kasus lain kendatipun tampak serupa, maka ketika
pemerintah menghadapi berbagai kasus yang tampaknya sama itu, ia harus
bertindak cermat untuk mempertimbangkan titik-titik persamaan. Asas ini
terkesan kabur bila dikaitkan dengan pendapat Van Vollenhoven, yang menyatakan
bahwa sifat tindakan pemerintah itu kasuistis, artinya suatu peristiwa tertentu
tidak berlaku tindakan yang sama terhadap peristiwa lainnya. Dapat dilihat pada pasal 27 UUD 1945.
4.
Asas Bertindak Cermat atau
Asas Kecermatan
Asas ini menghendaki
agar pemerintah atau administrasi bertindak cermat dalam melakukan berbagai
aktivitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, sehingga tidak menimbulkan
kerugian bagi warga negara. Asas kecermatan mensyaratkan agar badan
pemerintahan sebelum mengambil keputusan, meniliti semua fakta yang relevan dan
memasukkan pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya. Ada
beberapa putusan PTUN yang berkaitan dengan asas kecermatan. Contoh :
a) putusan
PTUN Medan No.70/G/1992/PTUN-Medan mengenai gugatan para penggugat terhadap
surat pembebasan tugas oleh Kepala Kantor Urusan Agama. Dalam fundamentum
petendinya disebutkan: “bahwa tergugat tidak meneliti dengan seksama tentang
rekayasa pengaduan jemaah Masjid B dan tidak meniliti tentang hasil pengaduan
tersebut.
b) Putusan
PTUN Medan No.65/G/1992/PTUN-Medan mengenai gugatan seorang purnawirawan ABRI
berhadapan dengan Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten. Penggugat
mendalilkan bahwa tanpa sepengetahuan penggugat, tergugat telah mengeluarkan
sertifikat atas nama AWN, padahal tanah itu milik penggugat.
c) Putusan
PTUN Palembang No.16/PTUN/G/PLG/1991 mengenai gugatan seorang pegawai
Universitas Bengkulu terhadap Rektor yang telah memutasikan dirinya dari
jabatan tanpa dibuktikan kesalahannya dulu. Tindakan Rektor dipersalahkan karena
dalam keputusannnya melanggar asas kecermatan formal.
5. Asas
Motivasi untuk Setiap Keputusan
Asas ini menghendaki
agar setiap keputusan badan-badan pemerintahan harus mempunyai motivasi atau
alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan keputusan dan sedapat mungkin
alasan atau motivasi itu tercantum dalam keputusan. Menurut SF.Marbun,
setiap keputusan badan atau pejabat tata usaha negara yang dikeluarkan harus
didasari alasan dan alasannya harus jelas,terang, benar, objektif, dan adil.
Motivasi perlu
dimasukkan agar setiap orang dapat dengan mudah mengetahui alasan atau
pertimbangan dikeluarkannya keputusan tersebut, sehingga mereka yang tidak puas
dapat mengajukan keberatan atau banding. Asas pemberian alasan dapat dibedakan
dalam tiga subvarian berikut ini.
a. syarat
bahwa suatu keputusan harus diberi alasan
Pemerintah harus
dapat memberikan alasan mengapa ia mengambil keputusan tertentu. Yang
berkepentingan berhak mengetahui alasan-alasannya. Agar perlindungan Hukum
Administrasi dapat berfungsi dengan baik, hak memperoleh alasan-alasan dari
suatu keputusan sangatlah penting. Sebab yang berkepentingan tidak dapat
menyusun argumentasi yang baik dalam permohonan banding atau surat keberatan,
bila ia tidak mengetahui dasar-dasar apa yang dipakai untuk keputusan yang
merugikannya.
b. Keputusan
harus memiliki dasar fakta yang teguh
Fakta yang menjadi
titik tolak dari keputusan harus benar. Bila ternyata bahwa fakta-fakta pokok
berbeda dari apa yang dikemukan atau diterima oleh badan pemerintah, maka dasar
fakta yang teguh dari alasan-alasan tidak ada.
c. Pemberian
alasan harus cukup dapat mendukung
Pemberian alasan
harus masuk akal juga secara keseluruhan harus sesuai dan memiliki kekuatan
yang meyakinkan. Karena pada umumnya hampir semua cacat dalam pemberian alasan.
Asas ini mengharuskan
bahwa terhadap kasus-kasus yang faktanya sama, diharapkan diambil tindakan yang
sama pula. Badan tata usaha negara haruslah berpegang teguh pada asas kesamaan
ini karena asas kesamaan telah mendapat tempat dalam pasal 27 uud 1945.
6. Asas
Tidak Mencampuradukkan Kewenangan
Kewenangan pemerintah
secara umum mencakup tiga hal; kewenangan dari segi material (bevoegheid
ratione materiale), kewenangan dari segi waktu (bevoegheid ratione loci), dan
kewenangan dari segi waktu (bevoegheid ratione temporis). Seorang pejabat
pemerintah memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan baik dari segi materil, wilayah, maupun waktu.
Badan/pejabat TUN
pembuatnya tidak memiliki wetgevende bevoegdheid, tetapi secara tidak
langsung mengikat warga masyarakat. Empat elemen utama dari beleidsregel (van
Kreveld) :
1) Memuat
aturan umum
2) Berisi
penggunaan kewenangan bebas pemerintahan mengenai rakyat.
3) Tidak
didasarkan secara tegas dari perundang-undangan,tetapi secara implisit
mengandung kewenangan pemerintahan.
4) Terikat
pada AAUPB
Di dalam UU No.5
Tahun 1986 terdapat dua jenis penyimpangan pengguna wewenang, yaitu
penyalahgunaan wewenang (detournament de pouvoir) ddan sewenang-wenang
(willekeur), yang disebutkan dalam pasal 53 ayat (2) huruf b dan c yang
berbunyi :
b) Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana
dimaksud ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud
diberikannya wewenang tersebut;
c) Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua
kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharus- nya tidak sampai pada
pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.
7. Asas
Permainan yang Layak (fair play)
Asas ini menghendaki
agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran
dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan
argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini penting dalam
peradilan administrasi negara karena terdapat perbedaan kedudukan antara pihak
penggugat dan tergugat.
Seiring dengan
perkembangan dan tuntutan negara hukum demokratis, keberadaan asas keterbukaan
tidak dapat diabaikan. Asas keterbukaan ini mempunyai fungsi-fungsi penting,
yaitu : pertama, fungsi partisipasi; keterbukaan sebagai alat bagi warga
untuk ikut serta dalam proses pemerintah secara mandiri; kedua, fungsi
pertanggung jawaban umum dan pengawasan terbuka; ketiga, fungsi kepastian
hukum; keempat, fungsi hak dasar. Meskipun asas ini demikian penting,
namun belum mendapat kajian serius dalam berbagai literatur Hukum Administrasi
Negara, yang banyak tercantum adalah asas permainan yang layak.
Hal yang bisa dijadikan dasar gugatan dalam rangka mencari
keadilan adalah pasal 53 UU No 9 Tahun 2004 yang berbunyi “Pasal 53 (1) Orang atau badan hukum perdata yang
merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi
tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan (2) batal
atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau
direhabilitasi.”.
8. Asas
Keadilan dan Kewajaran
Asas ini menghendaki
agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi negara selalu
memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran. Asas keadilan menuntut tindakan
secara proposional, sesuai, seimbang, dan selaras dengan hak setiap orang.
Karena itu setiap pejabat pemerintah dalam melakukan tindakannya harus selalu
memperhatikan aspek keadilan ini.
Implementasi asas keadilan dalam KTUN dapat ditemui dalam
pasal 2 (1) UU No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “peradilan
dilakukan demi KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.”.
9. Asas
Kepercayaan dan Menanggapi Pengharapan yang Wajar
Asas ini menghendaki
agar setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah harus menimbulkan
harapan-harapan bagi warga negara. Oleh karena itu, aparat pemerintah harus
memperhatikan asas ini sehingga jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan
kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan
bagi pemerintah.
Seorang pegawai
negeri yang memakai mobil pribadinya untuk keperluan dinas, misalnya, dapat
(wajar) untuk berharap mendapatkan kompensasi biaya pembelian bensin dan
lain-lain. Pada tanggal 13 januari 1959 Central Raad van Beroep di Nederland
memutuskan perkara yang posisi kasusnya sebagi berikut: seorang pegawai negeri
yang memakai mobil pribadinya untuk keperluan dinas meminta uang pengganti
untuk pemakaian mobilnya itu, ia memperoleh uang pengganti yang dimintanya,
akan tetapi kemudian aturan-aturan kepegawaiannya tidak memuat ketentuan yang
memperbolehkan pemberian uang pengganti kepada pegawai negeri atas biaya yang
dikeluarkannya sehingga keputusan pemberian uang pengganti tersebut ditarik
kembali. Centrale Raad van Beroep menyatakan keputusan (penarikan kembali) dari
instansi itu batal sebab penarikan kembali keputusan itu bertentangan dengan
harapan yang ditimbulkan secara wajar.
10. Asas
Meniadakan Akibat suatu Keputusan yang Batal
Asas ini menghendaki agar
jika terjadi pembatalan atas satu keputusan maka akibat dari keputusan yang
dibatalkan itu harus dihilangkan sehigga yang bersangkutan (terkena) harus
diberikan ganti rugi atau rehabilitasi. Misalnya satu instansi membuat
keputusan memberhentikan seorang pegawainya. Ternyata keputusan memberhentikan
pegawai itu kemudaian dibatalkan oleh lembaga peradilan administrasi (bidang
kepegawaian). Maka semua akibat dari keputusan yang kemudian dibatalkan itu
harus dihilangkan sehingga instansi yang membuat keputusan pemberhentian itu
bukan saja harus menerima pegawai tersebut untuk bekerja lagi, tetapi juga
harus mengganti kerugian akibat keputusan yang pernah dibuatnya.
Dalam kaitannya dengan
UU No 5 Tahun 1986 Tentang PTUN, ganti rugi dan rehabilitasi diatur dalam pasal
120 dan 121.
Bagian Keenam
Ganti Rugi
Pasal 120
(1) Salinan putusan Pengadilan
yang berisi kewajiban membayar ganti rugi dikirimkan kepada penggugat dan
tergugat dalam waktu tiga hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(2) Salinan putusan Pengadilan
yang berisi kewajiban membayar ganti rugu sebagaimanan dimaksud dalam ayat (1)
dikirimkan pula oleh pengadilan kepada badan atau pjebat tat usaha Negara yang
dibebani kewajiban membayar ganti rugi tersebut dalam waktu tiga hari setelah
putusan pengadilan mamperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Besarnya ganti rugi
beserta tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 97
ayat (10) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketujuh
Rehabilitasi
Pasal 121
(1) Dalam hal gugatan yang berkaitan
dengan bidang kepegawaian dikabulkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 97 ayat (11), salinan putusan pengadilan yang berisi
kewajiban tentang rehabilitasi dikirimkan kepada penggugat dan tergugat dalam
waktu tiga hari setelah putusan itu memperolah kekuatan hukum tetap.
(2) Salinan putusan Pengadilan yang
berisi kewajiban tentang rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikirimkan pula oleh pengadilan kepada badan atau pejabat tata usaha Negara
yang dibebani kewajiban melaksanakan rehabilitasi tersebut dalam waktu tiga
hari setelah putusan itu memperolah kekuatan hukum tetap.
11. Asas
Perlindungan Atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi
Asas ini menghendaki
agar pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan
juga tentunya hak kehidupan pribadi setiap warga negara, sebagai konsekuensi
negara hukum demokratis yang menjunjung tinggi dan melindungi hak asasi setiap
warga negara.
Contoh mengenai penerapan
asas ini terjadi di Belanda. Seorang pegawai yang telah berkeluarga mengadakan
hubungan kelamin dengan seorang sekretaris wanita. Atas kejadian ini badan
pemerintah mengambil tindakan disiplin, tetapi kemudian dibatalkan oleh Central
for Appel dengan alasan bahwa seorang pegawai mempunyai hak untuk hidup sesuai
dengan pandangan hidupnya.
Bagi bangsa Indonesia
tentunya penerpan asas ini harus pula dikaitkan dengan sistem keyakinan,
kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, atau
sebagaimana disebutkan Kuntjoro Purbopranoto, asas tersebut harus disesuaikan
dengan pokok-pokok Pancasila dan UUD1945.
12. Asas
Kebijaksanaan
Asas ini menghendaki
agar pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan
untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada peraturan
perundang-undangan formal. Karena peraturan perundang-undangan formal atau
hukum tertulis itu selalu membawa cacat bawaan yang berupa tidak fleksibel dan
tidak dapat menampung semua persoalan serta cepat ketinggalan zaman, sementara
perkembangan masyarakat itu bergerak dengan cepat dan dinamis.
Di Indonesia asas
kebijaksanaan ini sejalan dengan hikmah kebijaksanaan, yang menurut
Notohamidjojo seperti dikutip Kuntjoro Purbopranoto, berimplikasikan tiga
unsur, yaitu pertama, pengetahuan yang tandas dan analisis situasi yang
dihadapi; kedua, rancangan penyelesaian atas dasar “staatsidee” ataupun
“rechtsidee” yang disetujui bersama, yaitu Pancasila; ketiga, mewujudkan
rancangan penyelesaian untuk mengatasi situasi dengan tindakan perbuatan dan
penjelasan yang tepat, yang dituntut oleh situasi yang dihadapi.
freies ermessen pada
hakikatnya memberikan kebebasan bertindak pada pemerintah dalam menghadapi
situasi yang konkrit, sedangkan kebijaksanaan merupakan suatu pandangan yang
jauh ke depan dari pemerintah sehingga freies ermessen didasarkan pada asas
kebijaksanaan.
13. Asas
Penyelenggaraan Kepentingan Umum
Asas ini menghendaki
agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan
umum, yakni kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang banyak. Asas
ini merupakan konsekuensi dianutnya konsepsi negara hukum modern (welfare
state), yang menempatkan pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab untuk mewujudkan bestuurszorg (kesejahteraan
umum) warga negaranya.Penyelenggaraan kepentingan umum dapat berwujud hal-hal
sebagai berikut :
a) Memelihara
kepentingan umum yang khususnya mengenai kepentingan negara. Contohnya tugas
pertanahan dan keamanan.
b) Memelihara
kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama dari warga negara yang tidak
dapat dipelihara oleh warga negara sendiri. Contohnya persedian sandang pangan,
perumahan, kesejahteraan, dan lain-lain.
c) Memelihara
kepentingan bersama yang tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh para warga
negara sendiri. Contohnya pendidikan dan pengajaran, kesehatan, dan lain-lain.
d) Memelihara
kepentingan dari warga negara perseorangan yang tidak seluruhnya dapat
diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan negara.
Adakalanya negara memelihara seluruh kepentingan perseorangan tersebut.
Contohnya pemeliharaan fakit miskin, anak yatim, anak cacat, dan lain-lain.
e) Memelihara
ketertiban, keamanan, dan kemakmuran setempat. Contohnya peraturan lalu lintas,
pembangunan, perumahan, dan lain-lain.
http://www.scribd.com/doc/44469220/Asas2-umum-pemerintahan-2-2
http://bem-umk13.blogspot.com/2012/07/makalah-implementasi-aupb-dalam-undang.html
http://seviola.blogspot.com/2011/06/asas-asas-umum-pemerintahan-yang-baik.html
http://verkay11.blogspot.com/2011/12/asas-asas-umum-pemerintahan-yang-baik.html
Posting Komentar